Sabtu, 27 November 2010

Terimakasih Ibu

Terimakasih ibu...

Wahai anakku… beberapa yang telah berlalu sebelum kelahiranmu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun terindah dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku, dan semua ibu sangat mengerti arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi ibu.

Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu. Aku mengandungmu wahai anakku, pada kondisi lemah di atas lemah. Bersamaan dengan itu, aku begitu gembira tatkala merasakan dan melihat terjalan kakimu, atau balikan badanmu di perutku.

Aku merasa puas, setiap aku menimbang diriku, karena bila semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat di dalam rahimku.

Anakku… Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah tiba pada malam itu, yang aku tidak bisa tidur sekejap pun, aku merasakan sakit yang tidak tertahankan, dan merasakan takut yang tidak bisa dilukiskan. Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula, aku melihat kematian di hadapanku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, dan engkau lahir. Bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu. Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagiaku.

Dengan itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.

Aku raih dirimu, sebelum ku raih minuman. Aku peluk cium dirimu, sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.

Wahai anakku… Telah berlalu setahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Sari pati hidupku, kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur, demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat, adalah setiap permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku.



Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula, aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai… menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti… menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah… dan mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.......



subhanallah betapa besar pengorbanan seorang ibu untuk kita anaknya...sampai kapanpun kita tak kan mampu untuk membalasnya.......justru seringkali kita menyakiti hatinyaMaka dari itu selagi masih ada kesempatan jangan sia-siakan peluang itu. Selagi ibu kita masih hidup maka segeralah ambil tindakan untuk menyenangkan hatinya. Jangan sampai kita menyesal seperti drama kehidupan yang terjadi pada kebanyakan orang yang telah kehilangan peluang untuk membalas segala kebaikan ibunya. Ibunya telah terbujur kaku dan ruhnya telah pergi jauh sebelum ia sempat memberikan yang terbaik baginya. Penyesalan tak ada gunanya. Yang terbaik adalah lakukan sekarang. segera raih kesempatan itu. Cium tangan ibu kita minta restunya dan mohon ampunannya ...