Rabu, 07 Maret 2012

Arti Dari Sebuah Kata Mahasiswa


Mahasiswa, mungkin semua orang tidak asing dengan istilah yang satu ini. Banyak orang yang merasa bangga ketika menyandang status sebagai mahasiswa, atau orang tua yang sangat menginginkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ya memang tidak bisa dipungkiri mahasiswa dianggap sebagai kaum intelektual yang mengerti segala hal. Dan terkesan diagungkan karena memiliki kata maha, yang berarti siswa yang agung atau siswa yang hebat.

Fungsi dan Peranan Mahasiswa
Mahasiswa mempunyai fungsi dan peranan penting dalam pembangunan bangsa. Dimana mahasiswa mempunyai peranan sebagai agent of change, social control, dan iron stock. Sebagai agent of change, mahasiswa berperan sebagai agen perubahan. Yang diharapkan membawa perubahan bangsa ini kearah yang lebih baik ke depannya. Tentu sebagai agent of change mahasiswa harus mempunyai visi dan mindset yang jauh ke depan, memiliki cita-cita besar dan rasa nasionalisme yang tinggi. Dan kita tidak bisa memungkiri fakta sejarah tentang pergerakan yang telah dilakukan oleh mahasiswa, yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban bangsa. Sedikit contoh, ketika membuka buku-buku sejarah disana pasti tertulis tentang awal-awal bangkitnya pergerakan bangsa. Beberapa pergerakan yang dipelopori oleh mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Belanda, kemudian berlanjut dengan lahirnya sebuah organisasi kepemudaan bernama Budi Utomo pada tahun 1908. Yang sampai saat ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Lalu siapa yang tidak mengenal sosok Soe Hok Gie, aktivis kampus yang terkenal di tahun 60-an. Seorang pemuda keturunan yang berani mengkritik pemerintahan Orde Lama lewat tulisan-tulisannya yang diterbitkan di beberapa media cetak di Indonesia pada saat itu. Gie menganggap pemerintahan Orde Lama sudah tidak sanggup lagi memegang tampuk pemerintahan, dan arah politik Bung Karno sudah tidak pro rakyat. Gie tidak takut meskipun harus berhadapan dengan orang nomor 1 di Indonesia pada saat itu, kemudian menanggung resiko dikucilkan dari lingkungan sekitarnya karena sikap Gie yang dianggap terlalu kritis dan membahayakan. Padahal sebenarnya mereka mendukung langkah-langkah yang dilakukan Gie, tetapi mereka tidak mempunyai cukup keberanian seperti Soe Hok Gie. Namun Gie tetaplah Gie, dia tidak pernah mundur dengan sikap kritisnya. Dan akhirnya usaha Gie dan mahasiswa Indonesia pada saat itu berhasil, Orde Lama berhasil digulingkan pada tahun 1966. Bung Karno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Pak Harto. Kemudian berlanjut pada tahun 1998, sebuah sejarah yang tidak akan pernah dilupakan oleh bangsa Indonesia. Sebuah rezim yang telah membelenggu Indonesia selama 32 tahun berhasil digulingkan. Mahasiswa di seluruh Indonesia atas nama rakyat bersatu untuk menuntut sebuah reformasi di Republik ini dan berhasil menggulingkan Pak Harto dari kursinya. 

Mungkin itu hanyalah beberapa catatan sejarah yang telah ditorehkan mahasiswa Indonesia pada masa itu. Masih banyak sejarah pergerakan yang telah dilakukan oleh mahasiswa Indonesia yang menghiasi perjalanan bangsa sampai saat ini. Mahasiswa adalah pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan.

Selanjutnya peranan yang kedua sebagai social control, mahasiswa harus peka terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak hanya lingkup kampus, tapi juga lingkungan sekitar kampus. Dan harus kritis kepada isu-isu yang sedang berkembang, baik isu nasional maupun isu daerah. Jangan sampai mahasiswa tidak mengetahui isu-isu atau malah acuh tak acuh. Kemudian mahasiswa harus selalu mengawal kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, apakah kebijakan tersebut pro rakyat atau hanya mementingkan sebuah golongan atau malah sebaliknya merugikan rakyat. Disinilah sikap kritis mahasiswa dibutuhkan, untuk mengkaji lebih dalam sebuah keputusan atau kebijakan dari pemerintah. Jangan sampai kebijakan tersebut malah merugikan rakyat banyak. Ini adalah sebuah bentuk kepedulian mahasiswa kepada bangsa dan negaranya. Dan juga termasuk fungsi mahasiswa sebagai pengawal kebijakan dan pelaksana kebijakan.

Kemudian sebagai iron stock atau stok yang melimpah. Maksud iron stock disini mahasiswa diibaratkan sebagai cadangan logam atau aset yang suatu saat nanti akan terpakai menggantikan pemimpin-pemimpin saat ini. Unggul atau tidaknya suatu bangsa di masa depan tergantung dari pemuda-pemudanya hari ini. Karena dengan SDM yang berkualitas sebuah negara akan maju dan bisa mengembangkan potensi yang dimiliki oleh negaranya. Lalu sebuah pertanyaan akan muncul, kenapa harus besi ?. Kenapa tidak emas atau perak saja yang harganya lebih mahal ?, jadi namanya golden stock atau silver stock. Jawabannya karena besi mudah berkarat, besi yang sudah tua suatu saat akan berkarat dan akan digantikan oleh besi yang baru. Itulah perumpamaan tentang pemimpin Indonesia, suatu saat seorang pemimpin akan tua dan digantikan oleh mahasiswa atau pemuda yang ada pada saat ini. Ada suatu pepatah mengatakan, “jika kalian ingin melihat Indonesia 10 atau 20 tahun yang akan dating, maka lihatlah pemudanya hari ini”. Maksudnya berkaca pada hari ini untuk melihat masa depan.

Realita Mahasiswa Saat Ini
Berbicara mengenai mahasiswa saat ini menurut pandangan banyak orang tidak lebih dari sekedar gengsi, atau istilah nya “gak kuliah, gak gaul”. Memang tidak bisa dipungkiri, saat ini kuliah hanya untuk sekedar gengsi tanpa memahami makna kuliah atau arti dari mahasiswa sesungguhnya. Mahasiswa saat ini cenderung malas berpikir, lebih suka hal-hal yang instan seperti mencontek dari pada berusaha untuk belajar. Lebih suka hura-hura dan berperilaku hidup konsumtif, dan yang lebih parah memakai narkoba dan memiliki pola hidup bebas. Banyak berita kriminal yang tersangkanya adalah mahasiswa, dan beberapa kejahatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa. Memang ini adalah sebuah ironi dan realita yang dihadapi oleh mahasiswa Indonesia saat ini. 

Kemudian mahasiswa saat ini lebih cenderung bersikap apatis, terkesan tidak mau tahu atau yang lebih parahnya tidak ingin tahu. Kalau seandainya ditanya tentang tri dharma perguruan tinggi mungkin tidak banyak yang mengetahui apalagi memahami makna dari tri dharma perguruan tinggi. Pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat hanyalah sekedar simbolisasi tanpa sebuah pengamalan. Atau hal yang paling umum saja, siapa yang bisa menyebutkan visi dan misi kampusnya ?, Itu seharusnya adalah hal yang paling umum kita ketahui. Kampus tempat sehari-hari kita menuntut ilmu tapi visi dan misi dari kampus kita sendiri tidak tahu, bagaimana bisa membangun Indonesia yang sarat permasalahan dan telah menjadi sebuah bola salju yang besar tanpa memiliki rasa kepedulian terutama kepedulian kepada lingkungan sekitar. Kebanyakan mahasiswa saat ini tidak lebih dari siswa SMA tanpa baju seragam atau lebih tepatnya siswa SMA kelas 4. Mungkin ini adalah sebuah hal lucu atau istilah aneh, namun inilah kenyataannya. Mahasiswa adalah kaum intelektual yang seharusnya memiliki kecerdasan berpikir juga lebih dewasa dalam menyikapi sebuah masalah. Berpikir secara positif tapi kritis. Namun kenyataannya malah sebaliknya, menyelesaikan masalah dengan kekerasan dan emosi. Tidak jarang kita melihat tawuran antar mahasiswa, aksi kekerasan yang melibatkan senior dan junior, bahkan sampai merusak kampus.

Bisa dikatakan mahasiswa saat ini sedang dilanda krisis, kehilangan jati diri dan krisis kepedulian. Hanya sedikit mahasiswa yang mau terjun langsung ke masyarakat, mahasiswa hanya sibuk dengan dunia nya sendiri. Kaum individualis hanya fokus untuk belajar, agar mendapatkan IPK 4,0 atau berpredikat cumlaude ketika lulus nanti. Mereka menganggap berorganisasi dan bersosialisasi tidak ada gunanya hanya membuang-buang waktu. Memang mereka profesional, tujuan kuliah adalah untuk belajar dan menuntut ilmu. Tapi dengan permasalahan yang sedang dihadapi di masyarakat, saat naif kalau mereka masih saja mementingkan kepentingan pribadi dan mengabaikan penderitaan yang dialami masyarakat diluar sana. Kemudian kaum hedonis, hanya mementingkan hura-hura dan gaya hidup yang high class seakan dunia hanya untuk hari ini. Seandainya uang yang didapat berasal dari penghasilan sendiri tidak masalah bahkan bagus, walaupun masih kuliah sudah bisa bekerja dan membiayai hidupnya sendiri tetapi tentunya harus dengan cara yang halal. Akan tetapi kebanyakan mahasiswa saat ini masih mengemis kepada orang tua, masih minta uang kepada orang tua. Apakah hal ini bisa dijadikan kebanggaan, bisa beli ini beli itu tapi pakai uang bapaknya. Padahal mahasiswa di didik untuk menjadi pribadi yang kontributif , dan memiliki sikap yang produktif tidak lagi konsumtif. Dan ada juga mahasiswa yang seakan tidak mementingkan kuliahnya, hanya sibuk kumpul-kumpul dan melakukan hal yang kurang jelas dan tidak bermanfaat. Waktunya hanya terbuang percuma dan lebih parah nya sampai banyak yang Drop Out atau kena DO.

Lalu organisasi-organisasi kampus saat ini tidak lagi menjadi episentrum pergerakan mahasiswa, yang mewadahi dan mengayomi mahasiswa. Para aktivis yang katanya para pejuang nasib mahasiswa dan nasib masyarakat Indonesia hanya sibuk aksi sana-sini tanpa hasil dan tujuan yang jelas. Tugas kuliah diabaikan dengan alasan sibuk rapat, sibuk konsolidasi atau hal-hal yang lain. Padahal menjadi aktivis bukanlah kewajiban tetapi sebuah pilihan. Ketika sudah berniat menjadi aktivis maka bersikaplah professional. Bukankah mahasiswa yang hebat itu adalah orang yang hebat dalam organisasi dan berprestasi di akademik. Kemudian aksi-aksi mahasiswa saat ini kebanyakan hanya didasari ingin ikut-ikutan tanpa pemahaman dan tujuan yang jelas. Dan terkesan setiap kali ada aksi turun jalan maka akan berakhir rusuh. Nah, inilah yang seharusnya dipahami oleh para aktivis kampus. Aksi bukan hanya turun ke jalan atau berdemo di depan gedung pemerintahan. Melakukan kampanye cinta lingkungan dengan melakukan penanaman pohon itu juga aksi, atau turun ke desa sekitar lingkar kampus untuk melakukan kerja bakti dengan masyarakat yang ada disana itu juga termasuk aksi. Yang seperti ini lebih bermanfaat dan bersifat nyata, juga termasuk dalam tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah karya nyata bukan hanya teori atau konseptual belaka. 

Memang aksi turun ke jalan juga dibutuhkan ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak pro rakyat atau tidak sesuai dengan keadaan yang ada, namun aksi turun ke jalan adalah pilihan yang terakhir. Ketika langkah-langkah yang telah kita tempuh tidak berhasil. Langkah yang pertama tentu kita harus melakukan kajian terhadap suatu kebijakan, apakah ini bermanfaat atau tidak. Kalau bisa berdialog langsung dengan pejabat pemerintahan kenapa tidak, anggota DPR, menteri atau presiden sekalipun. Mahasiswa punya kekuatan untuk melakukan hal itu, selagi jaket almamater masih melekat di badan kita harus mempunyai keberanian untuk melakukannya. Kemudian langkah selanjutnya membuat kritikan langsung di media-media cetak dan elektronik, agar setidaknya para pejabat kita mendengarkan apa yang sesungguhnya diinginkan masyarakat. Atau setidaknya membuka hati nurani dari pejabat-pejabat elit Republik ini, memang rakyat banyak yang kecewa dengan janji-janji dan kinerja dari pemerintah. Tetapi setidaknya pemimpin-pemimpin itu masih manusia, setiap manusia pasti memiliki hati nurani. Tergantung nanti pintu hatinya oleh Tuhan akan dibukakan atau tetap beku. Dan seandainya cara ini tidak berhasil juga barulah langkah terakhir kita tempuh, melakukan aksi turun ke jalan. “Katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih”.

Mahasiswa sebagai Pewaris Peradaban
Nah, disini tentu kita telah melihat permasalahan yang sedang dihadapi mahasiswa Indonesia saat ini. Mahasiswa kehilangan jati diri yang sejatinya sebagai elemen perubah bangsa dan pewaris peradaban bangsa, dan kurang memiliki kepedulian dan rasa keingintahuan yang kuat. Sejarah masa lampau hanya tinggal untuk dijadikan kenangan, aksi nyata mahasiswa yang telah menorehkan prestasi hebat di sejarah peradaban bangsa malah dijadikan dongeng sebelum tidur. Bukankah Bung Karno pernah berkata, “jangan sekali-sekali melupakan sejarah”.
 
Permasalahan seperti ini harus segera diatasi sebelum menjadi budaya dalam diri mahasiswa Indonesia. Mahasiswa Indonesia harus bangkit dari tidur panjang yang melenakan, bergerak dan berkarya untuk sebuah perubahan. Lupakan masa lalu yang kelam dan menatap masa depan yang cemerlang. 

Kemudian pertanyaannya, apa yang harus dilakukan mahasiswa saat ini ?
Hal yang harus dilakukan mahasiswa Indonesia saat ini adalah mulai berubah, dan mulai berkarya secara nyata. Tidak perlu sesuatu yang besar, cukup dengan hal yang kecil namun kontinyu. Kemudian mulai dari diri sendiri dan mulai dari saat ini, selalu berpikir positif dan dewasa dalam menyikapi sebuah masalah. Sesungguhnya hal-hal besar terlahir dari sebuah hal yang kecil, belum terlambat untuk berubah. Mungkin saat ini di dunia Internasional, Indonesia terkenal sebagai Negara yang paling banyak korupsi, sistem hukum yang tidak adil dan terkesan berat sebelah, pembajakan hak cipta atau lain sebagainya. Namum optimislah, 20 atau 30 tahun lagi mahasiswa saat inilah yang akan membawa perubahan untuk Indonesia kearah yang lebih baik. Ketahanan pangan, peningkatan ekonomi, kemajuan teknologi, dan hukum yang adil bukan hanya sebuah mimpi tapi impian yang akan tercapai dengan tekad yang kuat.


Dari sekian banyak permasalahan mengenai mahasiswa, Ibu Pertiwi janganlah bergundah hati. Masih banyak mahasiswa Indonesia memiliki sikap-sikap yang idealis dan bercita-cita bangsanya maju. Masih banyak yang seperti Bung Hatta, Khoirul Saleh, dan Sutan Syahrir. Mahasiswa yang memiliki mimpi dan cita-cita yang besar, ide-ide cemerlang untuk pengembangan Indonesia yang gemilang. 

Untukmu mahasiswa Indonesia, berhentilah membanggakan kejayaan masa lalu karena masa lalu hanya tinggal sebagai kenangan. Tapi berkaryalah untuk masa depan yang cemerlang, karena sejarah peradaban bangsa ini berada di tanganmu. Bermimpilah menjadi pembuat sebuah sejarah, bukan penikmat masa lampau.

 *)Oleh: Kak Givo Aulia