Rabu, 13 April 2016

Tentang Waktu Yang Tak Pernah Cukup Untuk Kita Bercerita Dan Tentang Aku Yang Pelupa

Hai sahabat dan patner tercinta yang tak perlu ku sebutkan namanya, Ada banyak hal yang mau aku sampaikan. Tapi sayang kesibukan terus-terusan mengulur waktu kamu untuk pulang. Mungkin pertanyaan kapan pulang sudah membuat telingamu pengang. Sayangnya pertanyaan itu tidak pernah bosan untuk kuajukan. :D

Sementara waktu tidak pernah bebaik hati membolehkan kita duduk berlama-lama dalam satu meja walaupun hanya untuk saling bertukar cerita atau sekedar saling melempar tawa. Waktu selalu berjalan lebih cepat dari biasanya saat kita bertatap muka, dan berjalan lebih lambat dari biasanya saat kita hanya bisa bercerita melalui sosial media. Ah, bukannya harusnya sebaliknya? Sementara kamu tahu, aku adalah sosok yang pelupa. Tenang...Tapi kali ini, kamu tak perlu khawatir aku lupa. Aku sudah mengantisipasinya dengan menuliskan semuanya, ternyata tidak mudah merubah sebuah dialog biasa menjadi satu cerita utuh yang mudah dibaca. Tapi aku tetap berusaha dengan sebuah harap sederhana semoga kamu mau baca ya. Ga dibaca tega pokoknya, harus dibaca. Haha maksa. Plis, jangan membuat aku menjadi penulis yang gagal kuadrat. Selain sudah tak pernah menerbitkan karya juga tak pernah bisa membuatmu gemar membaca. :p

“Tiga puluh hari terbaik “ini cerita yang aku baca di grup WA Wirausaha Jawa Barat, sangat inspiratif. Aku tidak tahu siapa yang pertama kali menuliskannya. Tidak bermaksud menyadur atau memplagiat aku hanya mau berbagi, tepatnya sih mau kamu baca. Mungkin kamu pernah mendengar atau membacanya tapi kemarin aku tanya kata kamu kan belum ya. Semoga bisa mengambil hikmahnya, aslinya hanya dialog dalam bentuk singkat,  sengaja dibuat dalam versi yang lebih panjang biar kamu paham :)

Cerita-cerita lainnya menyusul ya, cepat pulang.





1 komentar:

  1. menarik untuk disimak, kelihatan pribadi tapi cukup umum dirasakan bnyak org, makasih udah share

    BalasHapus